MAYAK vs MANYING

on Sabtu, 16 Mei 2009

Maya’ Vs Manyeng

Adalah “Manyeng” (bahasa madura), predikat yang aku sandangkan kepada salah seorang cewek, yang kebetulan dia satu kampus, satu jurusan sekaligus satu kelas dengan aku. Arti manyeg itu sendiri adalah orang yang suka nangis. Bermula dari suatu peristiwa yang menurutku tidak terlalau penting, yaitu ditinggalkannya diriku sewaktu membantu untuk memegang buku si cewek tersebut. Aku yang kebetulan baru kenal dengan Rinal (nama asli manyeng), dimintanya untuk memegang bukunnya dan menunggunya sebentar….r..r…saja. Tanpa pikir panjang aku pun memutuskan untuk menunggunya. Tapi semuanya terjadi diluar dugaan, manyeng yang aku tunggu-tunggu ternyata belum menampakkan batang hidungnya yang mau tidak mau harus aku akui alat penciumannya itu lumayan mancung (tapi gak mancung-mancung amat masih mancungan punyaku, heeeee). Sehingga spontanitas aku memutuskan untuk pulang dan meninggalkannya tanpa berpikir entah nantinya dia bingung atau tidak.
Beberapa menit setalah kepulanganku ke tempat dimana aku tinggal waktu itu (rumah kontrakan) hand phone ku yang tidak lebih dari model nokia type 2300 berdering. Pelan-pelan…… aku angkat dan ternyata betul, di layar hpku bertuliskan PBI MAXENK (nama samaran Rinal yang aku tulis di hp aku). Dalam percakapan itu manyeng bertanya: ”ari….., neng di? (bahasa jawa yang artinya di mana).
“loch aku udah di rumah sekarang” kata aku.
“terus buku aku ada di mana?”
“bukumu aku tinggal di kelas” jawabku waktu itu. Padahal sebenarnya, bukunya aku bawa ke kontrakanku. Aku sengaja berbohong karena pada waktu itu aku lumayan kesel sama dia. Maklum lah, aku kan cowok, masak cowok harus mengbdikan diri kepada cewek?
Mungkin karena marah sama aku, cewek kelahiran 8 februari 1991 itu langsung tutup telepon seraya bilang “yo wes” (ya sudah).
Sekembalinya aku ke kampus, dia tampak lemas sepaerti habis kehilangan benda yang sangat berharga. Banar sekali, setelah aku berikan bukunya, dia bercerita kalau perbuatanku telah buat dirimya nangis. Sumpah aku jadi kasian sama dia. Seandainya aku tahu perbuatanku akan berahir seperti itu, mungkin aku tidak akan melakukan hal yang menurutku hanyalah sepele.
Detik demi detik telah berlalu, haripun bergantian secara sistimatis. Sebagaimana teman-taman yang lain, aku dan dia sering berhubungan lewat sms. Bahkan, boleh dibilang kuantitas smsnya pun menduduki peringkat teratas bila dibandingkan dengan sms yang dikirim oleh teman-teman yang lain. Sms yang kami kirim satu sama lain sangat vareatif ada yang bersifat mengejek, menentang, serta ada pula yang bersifat konstruktif. Tapi tetap saja didominasi oleh ejekan. Bersifat mengejek misalnya sewaktu-waktu saya kirimkan sms yang berbunyi “dasar cewek manyeng”. Saya sengaja memilih kata menyeng untuk mengejek cewek yang memiliki tubuh tidak terlalu panjang itu behubung dia pernah menangis gara-gara kebingungan mencari bukunya. Padahal sebenarnya bukunya waktu itu aku bawa ke kontrkanaku. Merasa tidak terima dengan ejekan yang aku lontarkan padanya, ia pun mengejek aku dengan mengatakan bahwa aku adalah “maya’”. Maya’ di sini adalah bahasa jawa yang katany, artinya diedentikkan dengan cowok yang nakal. Sebenarnya, saya juga tidak tahu pasti, atas dasar apa dia mengatakn aku cowok maya’ . aku juga tidak yakin kalau dia mengatakan aku cowok maya’ hanya gara-gara aku penah buat dia nangis.
Pada suatu malam ketika besoknya aku harus pulang pagi-pagi ke kampungku dimanna aku dilahirkan, yaitu di Sumenep ujung timur Pulau Madura tepatnye di desa Batu Putih, cewek yang menurutku lumayan pandai itu sms aku lagi. Dia memintaku untuk tidak tidur pagi-pagi di keesokan harinya, karena dia mau ke kontrakanku dan mau bilang sesuatu yang katanya hanya aku dan dia yang boleh tahu. Entah angin apa yang telah buat dia berani untuk datang ke kontrakanku, padahal saat itu masa perkenalanku sama dia tidak lebih dari 14 hari dan dia juga satu-satunya cewek yang telah dibuat nangis olehku. Saat itu aku lumayan bingung. Di satu sisi aku harus pulang, sedangkan di sisi yang lain aku harus menunggu dia yang mau ke kontrakanku. Ahirnya tanpa pikir penjang aku sms balik sama dia, aku bilang kalau besok pagi-pagi aku sudah harus ada di Sumenep. Saat itu, kebingunganku masih belun bisa hilang sepenuhnya. Perasaanku masih diselimuti oleh rasa takut, takut smsku tidak nyampe walaupun sebenarnya sudah ada laporan terkirim (sent item) di hpku. Suasana saat itu memaksaku untuk menelponnya, walaupun sebenarnya pulsaku terbilang minim. Beberapa kali aku berusaha untuk menelponnya tapi hpnya sudah tidak aktif. Perasaanku bertambah kacau penuh tanda tanya apakah sebenarnya yang akan terjadi antara aku dan dia.
Malam semakin larut, aku pun harus menyiapkan segala sesuatu untuk pulang. Bagitupun juga dengan temanku, Amir yang tinggal satu kontrakan dengan aku yang selalu bersamaku sejak aku masih duduk di bangku MTs.
Tak lama kemudian aku dan temanku pulang. Hatiku sangat senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan orang-orang yang aku cintai setelah 14 hari lamanya kami berpisah demi sebuh cita-cita. Tapi, semua itu hanyalah kebahagiaan semu belaka. Semua kebahagiaan hilang bagitu saja manakala aku teringat akan si dia. Bahkan di atas mubil pun aku masih terbawa perasaan bersalah padanya karena tidak bisa memenuhi permintaannya.
Sesampainya di sumenep, dia kirim sms untuk yang kesekian kalinya. Lagi-lagi dia bilang kalau dia mau ke kontrakanku. Betapa kecewanya aku pada diriku. Tapi apalah daya, aku dan dia tidak mungkin bertemu saat itu. Sesegera mungkin aku ambil hpku dan menelponnya seraya memberi tau kalau aku sudah tidak di kontrakanku lagi melainkan sudah di kampungku. Dalam percakapanku dengannya, aku mencoba untuk bertanya hal penting apakah kiranya yang telah membuat dia sangat berantusias untuk datang ke kontrakanku. Tapi dia lebih memilah untuk tidak memberi tahu aku. Jawaban itu hanya bisa membuat aku terdiam penuh tanda tanya ada apa dengan dirinya ataukah aku yang terlalu bagaimana. Aku mencoba untuk beranggapan bahwa itu adalah hal yang biasa. Tapi ternyata usahaku sangatlah siasia. Pikiranku selalu terfokus padanya.
Beberapa hari setelah aku berada di kampungku, dia tetap sms dengan menggunakan kata maya’ padaku. Tapi kali ini, sms yang dia kirim memberikan nuansa yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Kalau hari-hari kemaren dia sms dengan dibumbuhi kata-kata ejekan dan tantangan, kali ini dia mulai mengubah nuansa smsnya sejauh 90 derajat. Dia mulai menanyakan kabarku, kapan lebaran akan dilaksanakan di daerahku, dan lain sebagainya yang membuatku terasa enggan untuk menghapus smsnya bagitu saja. Bahkan sampai ditulisnya cerpen ini pun (2 November 2008), smsnya masih nongkrong di hp aku. Dia juga pernah bilang kepadaku melalui sms, kalau aku telah memutivasi dirinya di segala hal. Bahkan dia menyuruhku untuk menanyakan kepada temannya yang bernama Bela, seandainya aku tidak percaya kalau aku telah memutivasi dirinya. Sms itu aku anggap sebagai hal yang biasa tapi juga tidak boleh aku telan mentah-mentah.
Beberapa hari sebelum kami berlibur, dosen speaking kami memberikan tugas kelompok kepada kami untuk menonton film yang menggunakan bahasa inggris. Kebetulan cewek yang berusia tidak lebih dari tujuh belas tahun itu satu kelompok dengan aku. Kami sempat dibuat bingung gara-gara tugas yang satu ini. Rencananya kami mau nonton bareng di rental, tapi kami masih belum menemukan objek dari tugas yang kami maksud, sedangkan liburan saat itu tingga menghitung jari. Keadaan itu memaksa kami untuk menonton film di rumah kami masing-masing yang ditayangkan di TV.
Pada suatu hari, saya meliahat siaran suatu film yang menurut prasangka aku filam itu menggunakan bahasa inggris, sehingga saat itu juga aku langsung beri tau teman-teman kelompok aku (elly, naylul, dan cewek itu) melalui sms untuk menonton film yang rencananya akan ditayangkan pada jam sebelas malam di RCTI. Bermacam-macam tanggapan dari teman aku mengenai informasi yang aku berikan, ada yang menanggapi secara positif, ada juga yang bilang terlalu malam. Aku tetap berusaha membujuk mereka agar mereka mau nonton film yang aku maksud. Jarum jam terus-menerus berputar mulai dari detik, menit, ampai kepada jam. Waktu yang kami tunggu-tunggu pun (jam sebelas malam) kini tiba juga. Namun, film yang hendak kami tonton belum juga tayang. Sms demi sms menghiasi hpku yang saat itu sengaja aku letakkan di sampingku. Disangkanya aku telah membohongi mereka. Namun setelah babarapa menit kemudian, film yang kami tunggu ahirnya tayang juga. Tapi apakah yang terjadi? Filmnya ternyata tidak menggunakan bahasa inggris tetapi mengunakan bahasa indonesia. Betapa malunya aku saat itu pada teman-teman aku. Aku berusaha untuk tidak membuat teman-teman kecewa. Aku coba pindah channel guna mencari film yang menggunakan bahasa inggris. Usahaku tidak sia-sia, sejenak dari pencarianku ahirnya aku menemukan sebuah film yang berjudul queen of the damned di RCTI. Namun belum aku beri tau teman-teman, ternyata cewek yang sering memanggilku dengan sebutan maya’ itu sms aku untuk nonton film yang berjudul queen of the damned tersebut sebagai ganti dari film yang menggunakan bahasa Indonesia tadi. Kami pun sepakat untuk menontonnya.
Di tengah-tengah keasikan kami menonton film, cewek yang berdomisisli di kota gresik kecamatan sidayu itu memintaku untuk pindah channel sebentaaarrr saja guna mendengarkan sebuah lagu. Dengan penuh penasaran aku berlekas memindahkan stasiun televise ke stasiun yang dia maksud. Ternyata dalam channel tersebut aku dengarkan sebuah lagu yang entah apa judulnya. Yang jelas sebagian dari syair lagu itu berbunyi: skit hatiku………, remuk jantungku……., tuk melupakanmu……….! Dia bilang lagu itu dipersembahkan husus buat aku. Saat itu aku mencoba menegurnya guna menonton film lebih serius, walaupun sebenarnya aku sempat dibuat tersanjung oleh lagu yang dipersembahkannya untukku.
Hari terus berlalu, liburan pun aku jalani dengan perasaan warna-warni. Tanpa tersa, kini sudah tiba saatnya untuk kembali ke surabaya guna melanjutkan studiku. Sebagaiman hari-hari sebelumnya, di Surabaya kami sms-san satu sama lain. Sms yang kami kirirm tetap tidak jauh beda dengan hari-hari kemaren. Selalu saja dibumbuhi dengan tantangan dan ejekan. Saya bilang kalau di sidayu orangnya pelit, bagitu pun dia mengatakan hal yang sama kepadaku. Bagitu seterusnya dan seterusnya. Sehingga pada suatu hari aku pernah sms yang berbuny: “ok aq trm kl aq plit n org sdyu g plit. Tp dg cttn km hrs bs mmbktknnya dgn mmbrkn swt bnda. wlpun dgn mmbrkn hal yg pa…..lng km bnci” (oke aku terima kalau aku pelit dan orang sidayu tidak pelit. Tapi dengan catatan kamu harus bisa membuktikannya dengan memeberikan suatu benda. Walau pun dengan memeberikan hal yang pa…ling kamu benci). Ia pun mengiyakan atas kesepakatan yang kami buwat.
Pada suatu hari ketika diskusi dalam kelas berlangsung, dia sms aku dengan menggunakan hp temannya berhubung pada waktu itu hapinya lagi mati (rusak). Dalam sms itu dia memintaku agar tidak langsung pulang setelah mata kuliah berahir. Aku menganggapnya itu hanyalah sms biasa yang mungkin hanya ingin ngerjain aku semata. Sehingga, ketika semua mata kuliah saat itu selesai, aku berlekas pulang tanpa menghiraukan sms yang telah ia kirim ke aku. Belum jauh aku melangkahkan kaki, hpku yang saat itu sengaja aku pilih profil silent kembali bergetar. Lagi-lagi dengan nomor yang sama, dia sms aku umtuk menunggunya di kantin. Suasansa terik mata hari yang bersuhu tinggi, membuatku sedikit merasa mangkel dan penuh tanda tanya. Skenario apa lagi yang telah dibuat olehnya?. Sesaat setelah aku membaca smsnya, kutolehkan mataku sana-sini seraya mencari tempat yang sejuk untuk berteduh.
Belum lama aku menyandarkan tubuhku di bawah tembok yang lumayan teduh, dia dan teman-temannya berpondong-pondong dari arah selatan mendekatiku. Diriku yang saat itu mengipas sebagian tubuhku dengan beberapa kertas, semakin saja dipenuhi dengan tanda tanya. Setibanya dia di hadapanku, secara reflek aku langsung menanyakan keperluannya terhadapku. Tapi bagitu aku mau buka mulut, cewek itu langsung menutup mulutnya sendiri dengan jari telunjuknya yang lumayan meruncing dan sedap untuk dipandang seraya mengisyaratkan agar aku tidak ngomong soal keperluan dia. Tingkahnya yang sedemikian itu semakin membuatku bertambah bingung seperti anak ayam yang dianak tirikan oleh induknya. Seandainya aku mau, mungkin saat itu aku bisa saja membuatnya malu di depan teman-temannya. Apa lagi dia pernah bilang enemy forever (bermusuhan untuk selamanya) kepadaku. Aku pun mengiakan kesepakatan yang ia tawarkan kepadaku. Tapi anehnya saat itu aku lebih memilih diam sesuai dengan apa yang ia isyaratkan kepadaku. Entahlah aku sendiri juga tidak tau ada apa sebenarnya dengan aku.
Setelah teman-temannya menjauh, aku mulai pelan-pelan menanyakan keperluannya terhadapku. Dia bilang “ini masalah harga diri”.
“Harga diri apa maksud loch?” Tanyaku kepadanya.
“kamu ingat kan bahwa kamu pernah bilang kalau orang sidayu itu pelit-pelit?” Tanya dia kepadaku.
“tapi waktu itu aku ka cuma becanda riii..n??” pelan jawabku padanya.
“dan kamu juga ingat kan kalau kamu pernah minta benda yang paling aku benci untuk membuktikan kalau orang sidayu itu tidak pelit?”.
“oke..oke.., terserah kamu. Sekarang kamu mau apa?”.
“aku mau memberikan benda itu kepadamu”.
“maksudmu?” kembali aku bertanya kepadanya yang saat itu tingkat penasaranku bagitu tinggi.
“ ya, benda itu sekarang ada di tasku. Tolong kamu ambil sendiri karena aku muak melihatnya”.
Sejenak aku berpikir apa iya ini adalah ririn yang sebenarnya?, ririn yang kadang membuatku enjoy dengan memanggilnya manyeng?, setega itukah dia
kepadaku? Benarkah dia mau balas dendam gara-gara pernah dibuat nangis olehku?. Aku coba bertindak profesional dan menerima setiap konsekwensi yang ada. Dengan hati-hati aku lihat benda yang entah apa lebelnya yang sengaja ia simpan di tasnya. Tapi, ternyata tasnya hanya berisi sekuntum bunga. Ya, sekuntum bunga. “aneh, masak iya cewek tidak suka bunga?” mungkin bagitulah pertanyaan yang muncul di benak anda. Bagitupun juwa dengan aku.
“yakin ini adalah benda yang paling kamu benci?” tanyaku padanya.
“ya” jawabnya ringkas.
Model apapun jawaban yang ia berikan padaku, sulit rasany bagiku untuk menerima jawaban itu bagitu saja. Apa lagi ia bilang “ya” yang menandakan bahwa dia sangat benci bunga itu. Entahlah apa aku yang terlalu egois atau memang dia yang sengaja menyalipkan sesuatu di balik bunga itu. Pertanyaan yang tikmbul selanjutnya adalah; kalau memang benar dia sangat membenci bunga, kenapa bunga yang ia berikan yang memepunyai kolaborasi warna merah, putih, dan pink malah diberi pengharum yang harumnya sama persis dengan pengharum yang ia kenakan sehari-hari. Ada apa sebanarnya dengan dia ataukah mungkin aku yang terlalu bagaimana. Dosakah aku bila aku tidak memepercayainya untuk hal yang satu ini?


Why…???

0 komentar:

Posting Komentar